Sabtu, 05 Desember 2015

Getuk Kuningan Menerobos Jepang dan Korea

 
JANGAN sekali-kali meremehkan makanan rakyat. Karena getuk-pun --salah satu makanan rakyat-- dapat diekspor ke Jepang dan Korea. Tidak tanggung-tanggung, kabarnya makanan rakyat tersebut menjadi kegemaran kalangan menengah atas di dua negara tersebut. Karena itu, produsennya yakni PT Galih Estetika, Kuningan, Jawa Barat (Jabar) mengaku sering kewalahan memenuhi order, terutama pada bulan enam sampai bulan ke-12. Mengapa?

Pada bulan Juni sampai dengan Desember, setiap tahunnya, bukanlah musim panen bagi para petani ubi di Jepang dan Korea. Karena itu, pada bulan-bulan tersebut, kebutuhan getuk meningkat tajam. Jika pada bulan biasa, ekspor getuk ke Jepang dan Korea sekitar 300 ton atau setara dengan 15 kontainer, maka di bulan 6-12 dapat meningkat sampai 400 ton setiap bulan atau setara dengan 20 kontainer.

Demikian halnya dengan tenaga kerja, jika di bulan biasa mempekerjakan sekitar 800 orang karyawan yang dibagi dalam tiga sift. Maka pada bulan 6-12, karyawan dapat mencapai 1.000 orang. Bahkan jumlah tersebut dapat lebih, jika bahan baku dan kapasitas produksi ditingkatkan. Karena peluang pasar untuk komoditi makanan rakyat tersebut sangat terbuka lebar.

Belum dilirik
UNTUK bahan baku, sebagaimana diungkapkan, Direktur Produksi PT Galih Estetika, Tommy Juniwar --putra asli Kuningan-- tidaklah sulit untuk dikembangkan di Indonesia. Karena tanaman ubi jalar adalah tanaman yang gampang tumbuh. Hanya persoalannya, belum banyak orang yang tertarik dan melirik untuk menanam tanaman jenis tersebut. Padahal kalau mau, hasil yang diperoleh cukup lumayan, katanya.

Menurut Tommy, usia tanaman tersebut dari tanam sampai panen sekitar 4,5-5 bulan. Biaya keseluruhan untuk menanam ubi jalar sampai panen setiap hektar sekitar Rp7 juta. Biaya tersebut termasuk untuk bibit, pupuk, pengolahan tanah, dan sebagainya. Dan dari satu hektar tersebut dapat menghasilkan uang sekitar Rp20 juta. Jadi petani untung bersih setiap kali panen satu hektar lahan mencapai Rp13 juta, jelasnya.

Ada keuntungan lain, para petani tidak perlu memasarkan ubi jalar tersebut ke tempat lain karena PT Galih Estetika siap membeli dan menampungnya. Dengan uang kontan lagi. Tidak hanya itu, perusahaan tersebut juga menyediakan bibit untuk para petani. Bibit tersebut dapat diperoleh dengan cara meminjam dan dikembalikan ketika panen. Pengembaliannya juga dalam bentuk bibit, ujar Tommy kepada Pelita di Kuningan, Jumat (20/2).

Bibit yang dimaksud Tommy adalah semacam stek dari batang ubi jalar itu. Jadi para petani mengembalikan utangnya --utang bibit-- kepada perusahaan juga dalam bentuk batangan-batangan ubi jalar. Kalau para petani masih memiliki kelebihan bibit dan akan menjualnya, perusahaan juga siap membelinya dengan uang kontan, ujarnya lagi.

Ubi khusus
UBI jalar yang diekspor ini tergolong khusus. Karena dagingnya dipilih yang berwarna kuning mentega. Untuk bibitnya ada yang khusus didatangkan dari Jepang yang dinamakan Ubi Naruto --namanya diambil dari salah satu tokoh komik kegemaran anak-anak-- juga ada yang berasal dari ubi jalar lokal, biasanya ubi jalar asal Bogor. Baik Ubi Naruto maupun ubi jalar lokal, tidak memerlukan tanah yang khusus. Hampir semua lahan di Pulau Jawa dan Sumatera dapat untuk ditanami komoditi tersebut.

Namun karena pertimbangan waktu, maka tanaman tersebut baru dikembangkan di Jawa saja. Waktu yang dimaksudkan di sini adalah waktu yang diperlukan dari panen sampai ke pabrik. Untuk memperoleh hasil yang bagus, ubi jalar tersebut harus segera diproses paling lama empat-lima hari setelah panen. Jika lebih dari waktu tersebut, hasilnya kurang bagus. Bisa jadi ditolak pembeli di Jepang dan Korea, jelas Tommy.

Awalnya, Tommy atau perusahannya, baru mengekspor ubi jalar dalam bentuk pasta atau getuk. Belakangan permintaan meningkat, ada yang meminta bentuk solid, goreng, panggang, tepung, dan sebagainya. Khusus tepung, permintaan tidak hanya berasal dari luar negeri saja. Namun juga datang dari konsumen lokal. Tepung ubi jalar ini adalah bahan baku Astor yang banyak disukai anak-anak, ujarnya.

Kelebihan ubi jalar, hampir semuanya dari batang sampai kulitnya dapat dimanfaatkan. Jadi nyaris tidak ada yang dibuang. Kulitnya --hasil kupasan pabrik-- dimanfaatkan untuk makanan ternak (sapi). Bagian daging yang tidak diperlukan untuk pasta, digunakan membuat tepung. Batang ubi jalar untuk bibit dan daunnya sangat enak dimakan, baik untuk lalap maupun sayur.

Jatuh-bangun
SEBAGAI pengusaha, jatuh-bangun adalah hal yang biasa. Misalnya, kata Tommy, sebelum mengekspor ubi, dia sempat jualan kayu Kalimantan. Usaha kayu semakin berat, ketika pemerintah mengeluarkan berbagai macam bentuk produk hukum yang menyulitkan bagi para pedagang. Akhirnya, tanpa sengaja Tommy berkenalan dengan orang Jepang.

Ketika itu mereka mampir ke rumah saya. Kebetulan saya sedang merebus ubi jalar. Maka saya suguhkan ubi tersebut, termasuk yang dalam bentuk getuk. Ternyata mereka suka dan minta agar saya mengekspor ubi jalar saja. Tidak lama kemudian, saya penuhi permintaannya, ungkap Tommy.
Kejadian tersebut berkisar tahun 1990-an. Hubungan tersebut berlangsung sampai tahun 1994/2995. Menginjak tahun 1995, timbul persoalan, 10 kontainer getuk Tommy ditolak pembelinya. Coba hitung sendiri, berapa kerugian yang harus diderita saya akibat penolakan tersebut?

Tidak hanya rugi, Tommy sempat putus asa. Tahun 1996/1997 baru dia mulai bangkit kembali, setelah bertemu pembeli yang sampai sekarang masih terjalin dengan baik. Untuk memperluas usahanya, sekitar tahun 2004, Tommy mengajukan kredit dari BRI Cirebon dan dapat pinjaman sekitar Rp5,5 miliar.

Uang sebesar itu digunakan untuk membangun pabrik dan membeli mesin. Dulu saya mengontrak, sekarang saya punya pabrik sendiri di lahan seluas 1 hektar dengan luas bangunan sekitar 5.000 meter persegi. Saya senang, tetapi tahun 2006, tepatnya bulan Oktober saya mendapat ujian kembali. Karena BBM naik, maka saya harus putar otak lagi agar perusahaan ini terselamatka.

Hasilnya, perusahaan yang terletak di Desa Bandorasa, Kecamatan Cilimus, Kabupaten Kuningan, Jawa Barat dan dipimpin Ny Elis Rosmiaty sebagai Presiden Direktur sampai sekarang terus berkibar dengan tetap mengekspor getuk sebagai andalannya.

Sumber:http://www.pelita.or.id/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar