Biodiesel adalah bioenergi atau bahan bakar nabati yang
dibuat dari minyak nabati yang baru maupun dari minyak nabati bekas
penggorengan melalui proses transesterifikasi, esterifikasi, maupun proses esterifikasi–transesterifikasi.
Dengan memanfaatkan kelapa sawit sebagai bahan bakunya, dapat dihasilkan biodiesel
CPO, biodiesel PFAD, Biodiesel Olein maupun biodiesel stearin.
Biodiesel sebagai bioenergi digunakan
sebagai bahan bakar alternatif pengganti BBM pada motor diesel. Biodiesel dapat digunakan baik dalam
bentuk 100 % (B100) atau campuran dengan
minyak solar pada tingkat konsentrasi tertentu (BXX) seperti 10 persen
biodiesel dicampur dengan 90 persen solar dikenal dengan nama B10. Campuran
biodiesel dengan solar yang ada di pasaran dikenal dengan biosolar.
Biosolar merupakan campuran antara 95%
solar produksi kilang Balongan dan 5% Fatty
Acid Methyl Ester (FAME). Biosolar ini merupakan nama dagang pertamina
untuk bahan bakar motor (mesin) diesel yang merupakan campuran biodiesel di
dalam solar. Biosolar
merupakan salah satu bahan bakar alternatif yang ramah lingkungan. Secara umum,
biosolar lebih baik karena ramah lingkungan, pembakarannya bersih,
biodegradable, mudah dikemas dan disimpan, serta merupakan bahan bakar yang
dapat diperbaharui. Selain itu, mesin atau alat yang menggunakan biosolar tidak
perlu dimodifikasi. Biosolar juga dapat memperpanjang umur mesin dan menjamin
keandalan mesin dengan lubrisitas atau pelumas maksimum 400 mikron.
Bahan bakar yang berbentuk cair ini memiliki sifat
menyerupai solar sehingga sangat prospektif untuk dikembangkan. Disamping sifatnya yang menyerupai solar,
biodiesel memiliki kelebihan dibandingkan dengan solar. Kelebihan biodiesel dibanding solar adalah
sebagai berikut: merupakan bahan bakar yang ramah lingkungan karena
menghasilkan emisi yang jauh lebih baik (free sulphur, smoke number
rendah) sesuai dengan isu-isu global, setana number lebih tinggi (> 57)
sehingga efisiensi pembakaran lebih baik dibandingkan dengan minyak kasar,
memiliki sifat pelumasan terhadap piston mesin; biodegradable
(dapat terurai), merupakan renewable energy karena terbuat dari bahan
alam yang dapat diperbarui, dan meningkatkan independensi suplai bahan bakar
karena dapat diproduksi secara lokal.
Deskripsi Proses Biodiesel
Dalam pengertian populer dewasa ini, yang dimaksud dengan biodiesel adalah
bahan bakar mesin diesel yang terdiri atas ester-ester metil (atau etil)
asam-asam lemak. Dibuat dari minyak-lemak nabati dengan proses metanolisis atau
etanolisis, produk sampingnya berupa gliserol.
Atau dari asam lemak (bebas) dengan proses esterifikasi dengan metanol
atau etanol, produk sampingnya berupa air.
Produk biodiesel mentah (kasar) yang dihasilkan proses metanolisis
biasanya harus dimurnikan dari pengotor-pengotor seperti sisa-sisa metanol,
katalis, dan gliserol. Fase gliserol-metanol bebas-air maupun fase
gliserol-metanol-air dapat diolah lebih lanjut untuk menghasilkan gliserol dan
metanol (untuk didaur ulang). Proses pembuatan biodiesel dilakukan melalui
proses-proses berikut ini.
a. Alkoholisis (atau transesterifikasi) trigliserida dengan metanol atau etanol.
Trigliserida adalah triester
dari gliserol dengan asam-asam lemak, yaitu asam-asam karboksilat beratom
karbon 6 s/d 30. Persamaan stoikiometri
generik reaksi transesterifikasi trigliserida dengan metanol adalah sebagai
berikut :
Gambar 32. Stoikiometri generik
reaksi transesterifikasi trigliserida dengan metanol
Transesterifikasi
dengan alkohol juga dikenal dengan nama alkoholisis sehingga reaksi di atas
disebut juga metanolisis. Tanpa adanya katalis, sebenarnya reaksi berlangsung
amat lambat. Katalis bisa berupa zat yang bersifat basa, asam, atau enzim
[Schuchardt dkk. (1998), Lotero dkk. (2005), Fukuda dkk. (2001)]. Efek pelancaran
reaksi dari katalis basa adalah yang paling besar, sehingga katalis inilah yang
sekarang lazim diterapkan dalam praktek. Reaksi
metanolisisnya sendiri sebenarnya berlangsung dalam tiga tahap sebagai berikut :
Katalis basa yang paling
populer untuk reaksi transesterifikasi adalah natrium hidroksida, kalium
hidroksida, natrium metilat (metoksida), dan kalium metilat. Katalis sejati
bagi reaksi sebenarnya adalah ion metilat (metoksida) yang jika pun katalis yang
ditambahkan adalah hidroksida, akan terbentuk melalui reaksi kesetimbangan :
OH¾
+ CH3OH H2O + CH3O¾
Mekanisme reaksi pembentukan produk ester metil
asam lemak pada tiap siklus katalitiknya adalah sebagai berikut (mekanisme
serupa berlangsung pada konversi digliserida menjadi monogliserida dan
monogliserida menjadi gliserol) :
Gambar 33. Mekanisme reaksi pembentukan produk
ester metil asam lemak
Dengan katalis basa, reaksi
metanolisis dapat berlangsung cepat pada temperatur-temperatur relatif rendah
(temperatur kamar sampai titik didih normal metanol, yaitu 65oC)
[Formo (1954)]. Karena ini,
kebanyakan proses industrial/komersial beroperasi pada rentang temperatur ini
dan tekanan atmosferik; katalis yang ditambahkan biasanya sebanyak 0.5–1.5 persen
dari berat minyak yang diolah.
Wright dkk. (1944) dan Freedman dkk. (1984), yang menyelidiki ulang (atau
memverifikasi) kondisi proses yang diklaim Bardshaw and Meuly (1942, 1944), menyatakan bahwa untuk
mendapatkan perolehan ester yang maksimum, bahan mentah yang digunakan dalam
proses metanolisis trigliserida berkatalis basa harus memenuhi persyaratan
sebagai minyak yang betul-betul mulus (murni) (fully refined) seperti minyak goreng, yaitu angka asam < 1 dan
kadar air < 0,3 %. Jika bahan mentah (kasar) memenuhi syarat ini, maka
dengan katalis basa (natrium metilat ataupun hidroksida) dan pada temperatur
60–65 oC, nisbah molar (metanol/minyak) paling sedikitnya 6 : 1
(yaitu minimum 2 kali nisbah stoikiometrik), konversi ke ester metil sudah
praktis sempurna dalam waktu 1 jam. Pada suatu temperatur yang lebih rendah,
yakni 32 oC, derajat metanolisis sudah mencapai 99 % dalam tempo
sekitar 4 jam.
Standardisasi Biodiesel
Indonesia SNI-04-7182-2006
menunjukkan bahwa biodiesel komersial di Indonesia harus berkadar ester metil
paling sedikitnya 96,5 %-berat dan berkadar gliserol total (yaitu yang bebas
maupun terikat dalam bentuk sisa-sisa trigliserida, digliserida, dan
monogliserida) tak lebih dari 0,24 %-berat. Perlu pula dicatat bahwa konversi
minyak ke ester metil disertai penurunan drastis viskositas dan nilai
viskositas biodiesel yang di atas persyaratan biasanya menunjukkan kadar
sisa-sisa gliserida dan gliserol yang masih agak tinggi. Karena penyingkiran
sisa-sisa trigliserida, digliserida, dan monogliserida dari produk reaksi
merupakan operasi yang sulit (atau mahal), persyaratan kadar ester metil dan
kadar gliserol total (+ nilai viskositas) tersebut berarti bahwa
transesterifikasi harus dilakukan sampai konversi gliserida-gliserida ke ester
metil praktis sempurna. Ini dapat
dicapai dengan menerapkan kondisi-kondisi reaksi yang sudah disebutkan di atas.
Untuk menurunkan lagi jumlah metanol yang dibutuhkan untuk mencapai konversi
sempurna tersebut, misalnya sampai kira-kira 1,5 x nisbah stoikiometrik,
transesterifikasi dapat juga dilaksanakan dalam 2 tahap atau lebih, yang
masing-masingnya bisa dilakukan pada temperatur maupun jumlah metanol yang sama
maupun berbeda.
Transesterifikasi sebenarnya
adalah reaksi kesetimbangan, sekalipun posisi kesetimbangannya sangat berat ke
pihak pembentukan produk. Pengamatan-pengamatan terhadap data literatur
menunjukkan bahwa konversi kesetimbangannya makin besar (mendekati 100 %) jika
temperatur lebih rendah. Oleh karena itu, mendekati akhir dari pelaksanaan
proses transesterifikasi, temperatur reaksi sebaiknya diupayakan serendah
mungkin.
Campuran reaksi di
dalam proses-proses transesterifikasi yang diulas di atas adalah sistem dua
fase (yaitu terdiri atas fase minyak dan fase alkohol). Untuk lebih mempercepat lagi reaksi
metanolisis (sehingga transesterifikasinya bisa selesai, misalnya saja, hanya
dalam beberapa menit), beberapa pengembang proses telah menambahkan pelarut,
misalnya saja tetrahidrofuran, yang mampu membuat campuran reaksi menjadi suatu
fase tunggal (cosolvent). Akan
tetapi, penambahan pelarut biasanya sangat memperbesar nilai minimum nisbah
molar alkohol : minyak dan juga mengubah parameter-parameter lainnya. Tambahan
pula, tahap-tahap pengolahan pasca transesterifikasi menjadi lebih rumit, karena adanya kebutuhan untuk
menjumput (to recover) dan
mendaur-ulang pelarut tersebut.
b. Esterifikasi asam-asam
lemak (bebas) dengan metanol atau etanol.
Berlawanan dengan
reaksi transesterifikasi trigliserida, esterifikasi asam-asam lemak. Reaksi ini merupakan
reaksi kesetimbangan yang lambat, sekalipun sudah dipercepat dengan kehadiran
katalis yang baik dan berjumlah cukup. Katalis-katalis yang cocok adalah zat
berkarakter asam kuat, sehingga asam sulfat, asam sulfonat organik (dalam
jumlah 1 sampai 3 % dari asam lemak yang diolah), atau resin penukar kation
asam kuat merupakan katalis-katalis yang biasa terpilih dalam praktek
industrial.
Posisi kesetimbangan
reaksi esterifikasi juga tidak sangat berpihak kepada pembentukan ester metil,
sehingga untuk mendorong agar reaksi bisa berlangsung sampai ke konversi
sempurna pada temperatur relatif rendah (misalnya paling tinggi 120 oC),
reaktan metanol harus ada/dipasok dalam jumlah sangat berlebih (biasanya lebih
besar dari 10 x nisbah stoikiometrik) dan air produk ikutan reaksi harus
disingkirkan dari fase reaksi, yaitu fase minyak. Penyingkiran air ini dapat ditempuh dengan
berbagai cara alternatif :
- menguapkan fase akuatik atau alkohol, mengadsorpsi uap air, serta kemudian mengembunkan uap metanol kering untuk dikembalikan ke dalam bejana reaksi [Harrison dkk. (1968)];
- mengabsorpsi air yang terbentuk dengan garam-garam anhidrat yang membentuk padatan berhidrat (misalnya CaCl2 or CaSO4); atau
- mengekstrak air yang terbentuk dengan suatu cairan ‘penyeret’ (entraining agent) seperti gliserol, etilen glikol, atau propilen glikol [Lepper dkk. (1986)].
Biodiesel mentah (kasar) yang dihasilkan proses transesterifikasi
minyak (atau esterifikasi asam-asam lemak) biasanya masih mengandung sisa-sisa
katalis, metanol, dan gliserol (atau air). Untuk memurnikannya, biodiesel
mentah (kasar) tersebut bisa dicuci dengan air, sehingga pengotor-pengotor tersebut larut ke dalam dan
terbawa oleh fase air pencuci yang selanjutnya dipisahkan. Porsi pertama dari air yang dipakai
mencuci disarankan mengandung sedikit asam/basa untuk menetralkan sisa-sisa
katalis. Biodiesel yang sudah dicuci kemudian dikeringkan pada kondisi vakum
untuk menghasilkan produk yang jernih (pertanda bebas air) dan bertitik nyala ³ 100 oC (pertanda bebas
metanol).
Melalui kombinasi-kombinasi
yang jitu dari kondisi-kondisi reaksi dan metode penyingkiran air, dan
barangkali juga dengan pelaksanaan reaksi secara bertahap, konversi sempurna
asam-asam lemak ke ester metilnya dapat dituntaskan dalam waktu 1 sampai
beberapa jam. Proses
transesterifikasi dan esterifikasi dapat digabungkan untuk mengolah bahan baku
dengan kandungan asam lemak bebas sedang sampai tinggi seperti CPO low grade,
maupun PFAD.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar